Menjadi orang tua adalah proses pembelajaran terus-menerus. Sebab, cara menghadapi anak-anak terus berubah seiring bertambahnya usia buah hati serta tumbuh kembangnya. Terkadang, orang tua juga melakukan kesalahan saat bicara dengan anak.
Psikolog anak Sam Wass menyampaikan hal terburuk yang kerap diucapkan orang tua kepada anak. Profesor yang ahli dalam bidang stres dan perhatian anak itu menyarankan agar orang tua sebisa mungkin menghindari ucapan tersebut.
Menurut Wass, hal terburuk yang dikatakan orang tua kepada anak adalah memberi tahu si kecil untuk tidak merasakan emosi yang sedang dialami. Emosi itu bisa berupa kesedihan, kemarahan, atau sesuatu yang lain. Itu semua merupakan kesalahan besar.
"Menghambat emosi tidak berhasil, tidak berhasil untuk orang dewasa dan pasti tidak berhasil pada anak-anak, Anda tidak bisa begitu saja menyuruh seseorang untuk membatalkan emosinya," kata Wass, dikutip dari laman Mirror, Senin (27/3/2023).
Misalnya, anak-anak berlinang air mata saat hari pertama sekolah. Sangat salah jika orang tua tetap menuntun anak untuk pergi ke kelas sambil berkata, "Semua akan baik-baik saja. Kamu akan bersenang-senang, jangan takut". Dalam pandangan Wass, itu sama sekali tidak boleh dilakukan.
Alih-alih mendikte anak tentang apa yang tidak boleh dirasakan, orang tua disarankan mencoba menjelaskan kepada anak terkait emosinya. Beri gambaran mengenai emosi yang mungkin dirasakan seorang anak. Pakar menyebutnya membangun kesadaran metakognitif.
Itu adalah kesadaran dari batin anak dan emosi yang dia rasakan. "Anak-anak tidak menyadari apa yang mereka rasakan, mereka tidak dapat menggambarkannya. Itu karena mereka sendiri tidak mengetahuinya," kata Wass.
Apabila orang tua membantu menjelaskan kepada anak tentang emosinya, bukan menegasikan atau menolaknya, anak bisa mendapatkan kesadaran diri. Menyadari tentang emosi yang dirasakan pada akhirnya akan membantu anak mengelola emosi tersebut.
Wass mengatakan, tugas orang tua adalah membantu anak memperoleh kesadaran diri tentang emosi yang dirasakan. Ayah dan ibu perlu menyampaikannya dalam istilah sederhana yang tidak menghakimi sehingga anak akan memahami dengan lebih baik.
Wass juga menjelaskan cara meredakan tantrum pada balita. Banyak orang tua mencoba menggunakan logika untuk mengatasi ledakan emosi tersebut, tetapi cara demikian tidak akan berhasil pada anak-anak. Pasalnya, otak anak belum cukup berkembang untuk menerima alasan logis dari orang tua.
Balita berada pada tahapan usia ketika pusat emosi otaknya sangat besar dan pusat penalarannya kecil. Wass menyarankan cara yang jauh lebih efektif untuk mengatasi tantrum, yakni mengomentari hal yang dikatakan anak dan menggemakannya kembali kepada anak memakai bahasanya.
Sebagai contoh, jika anak mengamuk dan berbicara dalam kalimat berisi 2 kata seperti "mau jus" atau "mau mainan", orang tua dapat mencocokkan bahasa dan intonasi anak. Orang tua bisa mengulangi itu, dengan menyebut nama anak dan apa yang dia inginkan.
Menurut Wass, pengulangan dengan penyebutan nama itu memastikan anak merasa dimengerti. "Perasaan dipahami ini akan membantu mereka tenang dan kemudian orang tua akan dapat mengalihkan perhatian anak ke hal lain," kata Wass.