Para ahli telah mengungkap kapan seharusnya anak-anak mulai menggunakan ponsel pintar atau gadget dan terlibat dalam media sosial.
Dilansir dari laman CNN Indonesia, sebuah laporan yang berjudul 'Children and Screens: In Search of Lost Time' dirilis pada hari Selasa (30/4), tiga bulan setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta para ahli untuk mengevaluasi dampak paparan layar pada anak-anak dan memberikan rekomendasi.
Menurut studi tersebut, disarankan agar anak-anak tidak memiliki ponsel sebelum mencapai usia 11 tahun, dan mereka dilarang menggunakan media sosial hingga berusia 13 tahun.
Selain itu, bagi mereka yang berusia antara 15 hingga 18 tahun, akses media sosial harus dibatasi hanya untuk mereka yang memiliki pemikiran etis.
Para ahli juga merekomendasikan agar anak-anak balita tidak terpapar layar sebelum berusia 3 tahun, dan mereka disarankan untuk beralih ke paparan terkontrol yang lebih ringan setelah mencapai usia 6 tahun.
Menurut laporan dari Business Insider, komisi tersebut menegaskan bahwa 29 proposal yang mereka buat harus dilihat secara keseluruhan, dan akan menjadi kesalahan jika hanya beberapa di antaranya yang dipertimbangkan.
Beberapa pembuat kebijakan di seluruh dunia telah berupaya mengatasi penggunaan teknologi oleh anak-anak, termasuk dengan memberlakukan larangan akses media sosial atau memerlukan izin dari orang tua.
Media sosial bisa memberikan dampak yang signifikan pada anak muda, bahkan dalam beberapa kasus dapat menyebabkan masalah serius seperti bunuh diri dan paparan terhadap konten berbahaya.
Sebuah penelitian terbaru juga menemukan bahwa remaja yang memiliki ponsel pintar sejak sekolah dasar cenderung mengalami masalah kesehatan mental yang lebih serius ketika dewasa.
Komisi Prancis yang terdiri dari 10 orang telah berinteraksi dengan hampir 150 anak muda dan mewawancarai lebih dari seratus ahli dan profesional, termasuk perwakilan dari perusahaan teknologi seperti Google, Meta, TikTok, X, YouTube, Snapchat, dan Samsung.
Komisi tersebut mendorong para peneliti untuk melanjutkan studi mereka tentang dampak layar pada perkembangan saraf anak-anak dan algoritma yang memicu ketergantungan, sambil mencatat bahwa konsep "kecanduan layar" belum sepenuhnya diakui oleh ilmu pengetahuan.
Mereka juga menekankan perlunya melindungi anak-anak dari strategi industri teknologi yang berusaha menarik perhatian dan memanfaatkan ketidakseimbangan kognitif mereka.
Komisi tersebut menolak gagasan bahwa anak-anak harus dijadikan target pasar tanpa henti, terikat pada sistem insentif yang dirancang oleh para ilmuwan perilaku, dalam dunia yang semakin didigitalisasi.
Mereka menyatakan bahwa di mana pun anak-anak menjadi korban dari mekanisme semacam itu, tindakan harus diambil untuk menentangnya.
Komisi ini berharap temuannya dapat menjadi dasar bagi pembuatan kebijakan publik yang lebih efektif dan konsisten di masa depan.
Ilustrasi anak bermain gadget (Foto: Freepik)